Inspeksi mendadak atau sidak dilakukan oleh Komisi IV DPRD Purworejo di sejumlah apotek di Purworejo, Selasa (15/11). Sidak dilakukan untuk memastikan bahwa obat sirop yang dilarang oleh pemerintah tidak beredar di Purworejo.
Obat sirop yang dilarang tersebut terdiri dari 73 produk. Produk-produk tersebut dilarang lantaran mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas aman, sehingga jika dikonsumsi bisa menyebabkan penyakit gagal ginjal akut.
“Kami baru saja melakukan sidak ke beberapa apotek di Purworejo, pertama kita ingin melihat apakah di apotek-apotek itu masih mengedarkan, menjual, sirop-sirop yang selama ini ditarik izin edarnya karena mengandung bahan berbahaya, yang mengakibatkan gagal ginjal akut di masyarakat,” kata Wakil Ketua Komisi IV, Muhammad Abdullah.
Dalam sidak ini Abdullah bersama anggota Komisi IV Hendricus Karel didampingi oleh Kepala Dinas Kesehatan Purworejo, Sudarmi, dan Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Kesehatan, Triyanto. Sidak dilakukan di 3 lokasi yakni Apotek K24, Apotek Daerah, dan Apotek Semar.
Dalam sidak tersebut, Komisi IV tidak menemukan produk-produk obat sirop yang dilarang beredar. Namun, Komisi IV menemukan sejumlah produk obat sirop yang belum mendapat rekomemdasi edar oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Akan tetapi, produk-produk tersebut telah dikaratina dan tidak diperjualbelikan.
“Dari beberapa apotek yang kita kunjungi, obat-obat yang dilarang edar semua sudah diretur. Kedua di beberapa apotek masih menyediakan, meskipun tidak dijual, tetapi masih dikarantina, itu beberapa sirop yang belum keluar rekomendasinya untuk dijual ke masyarakat,” kata Abdullah.
Dalam sidak ini pihaknya memastikan dan menghimbau agar apotek tidak menjual obat-obat yang belum keluar rekomendasinya, apapun alasannya demi keselamatan masyarakat.
“Bagi masyarakat kami mohon untuk berhati-hati membeli obat-obatan terutama sirop, karena ada beberapa sirop, meskipun di beberapa apotek sirop yang dilarang edar itu sudah tidak ditemukan, tetapi barangkali di toko-toko kecil karena ketidaktahuan pemilik toko masih menjual obat sirop yang dilarang,” tandasnya.
Hendricus Karel menambahkan, saat sidak di salah satu apotek pihaknya menemukan ada obat sirop yang belum keluar rekomendasinya, tapi masih dipajang di etalase. Namun, obat sirop tersebut telah diberi tanda agar tidak diperjual belikan. Meskipun sudah tidak diperjualbelikan, Karel meminta agar obat sirop tersebut lebih baik dikarantina dan tidak diletakkan di etalase. (HK)