Kunjungan monitoring dilakukan oleh jajaran Komisi IV DPRD bersama Dinas Perindustrian, Transmigrasi, dan Ketenagakerjaan (Dinperintransnaker) Kabupaten Purworejo terhadap para transmigran asal Purworejo di Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). Dari hasil monitoring itu diketahui bahwa para transmigran Purworejo di Sijunjung belum memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan fasilitas pendidikan di wilayah transmigrasi tersebut masih minim.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Purworejo, Muhammad Abdullah, saat dikonfirmasi menyebut monitoring dilakukan selama 4 hari. Tujuannya antara lain untuk mengetahui kondisi warga asal Purworejo yang bertransmigrasi ke Kabupaten Sijunjung sejak tahun 2018.
“Latar belakang monitoring adalah bahwa Purworejo ini banyak warganya yang bertransmigrasi di berbagai pulau luar Jawa, salah satunya di Sumatera. Kita ingin mengetahui kondisi para transmigran tersebut,” sebutnya saat ditemui di Gedung B DPRD Purworejo, Selasa (14/3).
Menurutnya, sebelum peninjauan dilakukan memang ada 2 keluarga transmigran yang pulang ke Purworejo karena tidak betah. Namun kemudian 1 keluarga kembali lagi ke kawasan transmigrasi di Nagari Padang Tarok, Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatra Barat. Berdasarkan data dari Dinperintransnaker Purworejo yang diterima Abdullah, tercatat ada sebanyak 7 KK atau 26 jiwa warga Purworejo yang bertransmigrasi ke Sijunjung mulai tahun 2018.
“Memang sebelumnya ada 2 transmigran yang dikabarkan meninggalkan lokasi, kembali ke Purworejo karena merasa tidak kerasan saja, itu 2 keluarga, tapi yang satu keluarga balik lagi, satu keluarga tidak kembali kesana, jadi kita ingin mengetahui secara langsung kondisi disana, apa penyebab warga yang tidak kerasan disana,” kata Abdullah.
Berdasarkan hasil monitoring, lanjutnya, diketahui bahwa akses jalan menuju lokasi transmigran masih cukup sulit dan sarana pendidikan masih jauh dari kawasan transmigrasi. Kendati demikian, penerangan sudah masuk ke kawasan transmigran.
“Mereka tinggal di satu kawasan, dalam satu kawasan luasnya sekitar 700 hektar, tepatnya lokasi transmigran ada di Nagari (Desa) Padang Taruk, Kecamatan Kamanbaru, Kabupaten Sijunjung Sumatera Barat. Semua bertani, satu keluarga diberi fasilitas 1 rumah tinggal, kemudian tanah olahan seluas 2 hektar, tadinya perkebunan kosong terserah mau bercocok tanam apa, tapi setelah kami pantau di sana ternyata itu menjadi perkebunan sawit karena memang tanahnya cocok dan sebagian besar di wilayah sana sudah ditanami sawit,” papar Abdullah.
Lebih lanjut disampaikan Abdullah bahwa bersama sejumlah anggota Komisi IV DPRD dan dinas terkait, pihaknya menerima aspirasi dari para transmigran Purworejo. Aspirasi itu kemudian disampaikan kepada Pemerintah Daerah Sijunjung.
“Aspirasinya, satu agar nama-nama mereka dapat dimasukkan dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial), sehingga yang bersangkutan bisa mempunyai KIS, agar mereka tidak terbebani biaya kesehatan ketika membutuhkan penanganan kesehatan, karena sampai hari ini mereka belum dapat KIS dan beberapa kali berobat ke rumah sakit biaya ditanggung secara mandiri,” jelasnya.
Selain itu, tambahnya, para warga transmigran juga meminta disediakan fasilitas pendidikan yang tidak jauh dari lokasi kawasan transmigrasi. “Disediakan fasilitas pendidikan, yang ada baru SD, SMA belum ada, kalau mau sekolah SMP itu jarak tempuhnya dari lokasi sekitar 3 jam perjalanan. Atas aspirasi mereka kita sampaikan kepada Bupati melalui Kepala Dinas Nakertrans Kabupaten Sijunjung. Respons mereka positif, mereka akan segera menyampaikan aspirasi itu kepada bupati,” jelasnya.
Kendati ada sejumlah keluhan dari para transmigran, Komisi IV juga menemukan warga yang dapat dibilang cukup sukses menjadi transmigran di Sijunjung.
“Ada yang sudah cukup sukses disana, Pak Hanif namanya, berasal dari Desa Wonosuko Kecamatan Kemiri. Di samping yang berdangkutan bercocok tanam juga pedagang dan menjadi imam musala di sana,” pungkas Abdullah.