Masa jabatan anggota DPRD Kabupaten Purworejo Periode 2019-2024 akan berakhir pada pada pertengahan Agustus 2024 mendatang. Ketua DPRD Kabupaten Purworejo, Dion Agasi Setiabudi SIKom MSi, menilai bahwa secara umum, pelaksanaan 3 fungsi DPRD berjalan dengan baik, tetapi ada sejumlah catatan evaluasi yang diharapkan dapat ditingkatkan pada periode berikutnya.
Ketiga fungsi tersebut yakni Fungsi Legislasi yang diwujudkan dalam membentuk Peraturan Daerah (Perda) bersama Bupati, Fungsi Anggaran yang diwujudkan dalam menyusun dan menetapkan APBD bersama Pemerintah Kabupaten, serta Fungsi Pengawasan yang diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang, Peraturan Daerah, Peraturan/Keputusan Bupati dan Kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten.
Pada Fungsi Legislasi, Dion melihat target-target penyusunan Perda selalu selalu tercapai setiap tahunnya.
“Dari sisi fungsi legislasi saya kira setiap tahunnya selalu mencapai target dari Raperda yang diajukan melalu Propemperda. Jadi saya kira sudah cukup baik,” sebutnya, Rabu (10/7).
Kendati demikian, ada yang menjadi evaluasi, yakni pengawalan terhadap kebijakan turunan dari Perda-Perda yang dihasilkan tersbut. Pasalnya, masih cukup banyak Perda yang belum ditindaklanjuti oleh eksekutif dengan kebijakan turunannya.
“Hanya kemudian pengawalan kami di DPRD terkait dgn kebijakan turunan, termasuk di dalamnya Perbup yang seringkali masih perlu peningkatan. Harapannya untuk period ke depan lebih bisa mengawal dan menekan eksekutif untuk bisa mengeluarkan peraturan turunan. Sehingga Perda yang dihasilkan itu benar-benar bisa dimanfaatkan, berfungsi, dan digunakan,” ungkapnya.
Terkait dengan Fungsi Pengawasan, Dion menilai bahwa selama ini jajaran anggota DPRD, khususnya melalui komisi-komisi, telah menjalankan tugasnya dengan baik. Salah satu indikatornya yakni aktif melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang, Peraturan Daerah, Peraturan/Keputusan Bupati. Termasuk kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten serta persoalan-persoalan yang menyangkut kepentingan publik.
“Tentu tidak bisa sempurna. Harapannya yang sudah baik bisa dipertahankan, tetapi yang belum bisa ditingkatkan untuk periode ke depan,” terangnya.
Dion juga mencermarti bahwa hubungan dan komunikasi legislatif dengan eksekutif dalam lima tahun terakhir terjalin dengan baik. Selalu ada titik tengah dari semua kesepahaman antara legisflatif dan eksekutif.
Demikian pula hubungan antaranggota DPRD. Dalam periode ini, komunikasi fraksi-fraksi dari seluruh partai cenderung cair dan berjalan dengan baik. Hampir tidak tidak pernah ada friksi-friksi yang cukup berarti. Perbedaan pendapatan memang kerap terjadi, tetapi hal itu masih dalam batas kewajaran.
“Secara kekeluargaan, komunikasi dan hubungan kita di DPRD cukup nyaman. Pada periode ke depan komposisi partai di DPRD dimungkinkan tidak banyak berubah, harapannya bisa dijaga untuk meningkatkan kinerja,” sambungnya.
Terkait Fungsi Penganggaran, Dion menilai bahwa dalam lima tahun terakhir cenderung dinamis. Jajaran legislatif dan eksekutif dapat saling bekerja sama demi kepentingan publik.
“Artinya tidak pernah ada insiden yang sampai memaksa harus deadlock dan sebagainya. Harapannya tentu semangat ini bisa ditingkatkan,”
Namun demikian, pengawasan dalam fungsi budgeting masih perlu ditingkatkan. Evaluasi tahunan perlu dilakukan lebih mendalam untuk mencermati capaian RPJMD.
Secara khusus Dion juga menyoroti pelaksanaan pelaksanaan anggaran yang masih berorientasi pada output atau capaian hasil, tetapi belum pada orientasi outcome atau dampak yang dihasilkan.
“Kami di DPRD masih menilai dari Perda APBD pelaksanaannya masih orientasi pada output, belum outcome, hasil dan dampak yg diharapkan,”
Menurut Dion, capaian output dari pelaksanaan anggaran sebagian besar tercapai. Pembangunan infrastruktur fisik/bangunan rata-rata 100 persen tercapai. Namun, masih banyak pekerjaan atau pelaksanaan anggaran yang menunjukkan pada orientasi outcome.
“Contoh pembangunan pasar. Outputnya mungkin 100 persen, tapi outcome peningkatan ekonomi, perputaran uang dan sebagainya apakah sesuai yang diharapkan? Kemudian terkait bantuan sosial atau hibah, outputnya pasti 100 persen karena pengadaan, tapi outcome-nya apakah angka kemiskinan kita turun atau tidak, nilai tukar petani kalau dalam hal hibah pertanian apakah naik atau tidak?,” jelasnya.
“Contoh lainnya pada bantuan pertanian, misalnya JUT (Jalan Usaha Tani). Apakah outcome-nya tercapai atau tidak, peningkatan produktivitas pertanian dan hasilnya bagaimana?,” imbuh Dion.
Diungkapkan, sektor pertanian dan UMKM harus benar-benar dikawal karena menjadi penopang ekonomi Purworejo. Fasilitasi untuk kedua sektor tersebut harus tepat sasaran dan memiliki dampak nyata.
“Misalnya bagus ada gedung PLUT, tapi dampaknya harus dikawal, apakah ada manfaat lebih untuk teman-teman UMKM? Kemudian pembangunan gedung Dekranasda, output bangunannya selesai, tapi apakah kegiatannya ada dan mendukung teman-teman perajin dan pelaku UMKM sampai ke level bawah di Purworejo,” terangnya.
Dion pun berharap agar pada periode berikutnya, pengawasan terkait hal itu dapat benar-benar menjadi fokus. Dengan demikian paradigma pembangunan yang masih berorientasi pada output dapat bergeser ke orientasi outcome.
“Harapannya di periode ke depan terkait penganggaran ini DPRD bisa lebih dalam lagi melakukan evaluasi sampai tataran outcome,” tandasnya. (red)
Catatan Ketua DPRD di Ujung Masa Jabatan
Leave a comment
Leave a comment